Pages

Thursday 18 November 2010

Liberidealis

Halo halo semua. Cuaca di luar agak mendung dan sepertinya akan hujan nanti. Semoga saja hujan, sudah cukup tadi merasakan di-oven sewaktu perjalanan pulang dari sekolah. Been a good week so far sih. Dalam seminggu, hari produktif-nya cuma ada tiga hari, dan gue meliburkan sehari, jadi buat gue cuma dua hari. Hehehe.

Oke cukup berbasa-basi-nya. Ada hal yang ingin gue bicarakan. Ini masalah prinsip gue sebagai human being. Ini cukup serius buat gue. Ada banyak ideologi dan pandangan di dunia ini dan gue rasa kita bisa memilih yang mana yang sesuai. Indonesia sendiri berideologi Pancasila. Ideologi yang ternyata secara tidak langsung sudah ada sejak zaman nenek moyang. Pancasila sendiri disebut orang-orang ideologi yang berbeda sendiri di dunia ini, karena Pancasila satu-satunya ideologi yang mengatur pengikutnya untuk beragama. Unik memang. Ialah Sang Proklamator, Bung Karno, yang pertama kali mengutarakan isi Pancasila ini yang akhirnya di-ubah sedikit oleh Panitia Sembilan di sila pertama, karena Indonesia adalah masyarakat yang majemuk. Karena tidak hanya masyarakat yang bergama Islam saja yang tinggal di Indonesia.

Tetapi gue agak berbeda. Gue tidak sepenuhnya menganut Pancasila. Mungkin ini disebabkan perkembangan zaman. Globalisasi, modernisasi, dan sifat alami masyarakat perkotaan yang invidualis yang membuat gue tidak sepenuhnya berPancasila. Hmm mulai menyinggung ke judul postingan ini, 'Liberidealis'. Ya, gue Liberidealis. Gabungan antara liberal dan ideal. Liberal itu sendiri cenderung ke paham orang-orang barat, yang bebas memilih dalam hal apapun dan tidak terikat oleh aturan namun masih dalam batas yang wajar. Dan ideal, ideal adalah yang kalau gue bilang sih pandangan seseorang yang cenderung semua-muanya harus 'pas' dengan diri seseorang itu. Hampir sama dengan perfeksionis, namun ideal masih memberi peluang untuk melakukan kesalahan.

Balik lagi, akhir-akhir ini, ehm gak akhir-akhir ini juga sih, dari dahulu mungkin yang tepat, gue sering mengkritik seseorang didasari dengan rasa ideal gue. Hmm pernah dua kali gue berdebat dengan beberapa orang yang gue rasa mereka tidak mengerti tentang pesan apa yang gue sampaikan dibalik pernyataan-pernyataan yang gue sendiri merasa itu adalah sebuah sindiran-satir yang hebat. Gue seperti itu karena merasa prihatin dengan kondisi remaja sekarang yang cenderung berpikiran sempit, menanggapi sesuatu yang berlebihan, dan selalu tunduk dengan arus sosial yang ada. Yang gue inginkan dari remaja sekarang adalah remaja yang berpikiran 'breakthrough' dan baru, bukan remaja yang bisanya mengkritik suatu pikiran 'breakthrough' tersebut yang malah membuat mereka stuck, malah bisa mundur. Mereka yang terlalu mengikuti tren-tren yang ada, agar stereotype mereka tetap terjaga di mata orang lain yang mereka-pun adalah orang-orang yang hanya bisa duduk di bangku penonton dan menjadi budak-budak modernisasi dan globalisasi ini. Prihatin.

Sedikit bayangan tentang betapa ideal-nya gue dan juga teman gue, disaat kita sedang ada di suatu event musik yang digelar di Jakarta Selatan. Disana gue dan teman gue banyak membicarakan musik, terutama musik lokal. Gue banyak mengkritik, mengomentari musik-musik yang ada sekarang. Kasarnya, mungkin setiap orang yang mendengar pembicaraan kita bakal berpikir "nih orang apa-apaan sih, sok tau banget" dan sebagainya. Gue rasa itu hal yang wajar, karena dengan kritik-kritik yang keluar dari kita, kita berusaha membuat sebuah tren yang baru di dunia musik, yang benar-benar breakthrough dan yang bakal menjadi kiblat orang-orang di masa mendatang. Dan juga terjadi lagi, gue mengkritik pikiran-pikiran remaja yang sekarang bisanya hanya menye-menye atau galau dan sebagainya setiap waktu. Hasilnya? Bisa ditebak. Bisa dibilang gue mendapat pertentangan yang cukup menantang buat gue sendiri. Gue berpikir kenapa sih orang-orang harus mempunyai pikiran yang sama? Satu galau, semua galau. Man, pikiran kalian sempit sekali kalau hanya cinta saja yang diurusi. Bagaimana Indonesia mau maju di masa depan kalau penerusnya saja kebanyakan seperti ini? Damn, bakal susah banget. Malah bisa saja terjadi kemunduran, terutama di bidang moral dan perilaku.

Memang, gue menyadari kalau mengubah sesuatu yang sudah tertanam kuat dan dianut oleh masyarakat luas itu bakal susah banget dan masyarakat pada umumnya akan mengatakan apa yang gue lakukan adalah hal yang radikal. Gue berharap bahwa ada orang-orang diluar sana yang berani melawan arus tren sosial. Gue juga berharap, mereka, orang yang gue sebut 'common people' itu, tersadarkan dan mulai membuat terobosan-terobosan baru dan tidak terbawa arus-arus yang malah membuat mereka terkesan bodoh.

- Rachmat Reksa Samudra | @reksamudra -

1 comment:

  1. iseng2 liat blog lo...trus gatel mau komen...hehehe

    sadar ga sadar, ketika lo berpikir "kenapa sih berpikiran sempit? harusnya semua remaja berpikir terbuka..." saat itu menurut gw lo juga berpikiran sempit...

    krn kalo lo org berpikiran terbuka, lo bisa lbh nerima adanya perbedaan dengan orang2 yang...mmm...u're-so-called-mainstream

    well, it's just my thought...haha.

    visit my blog btw

    ReplyDelete